Beranda
Unlabelled
KETAATAN SEORANG KAKEK (Kisah Haru)
Sebuah stasiun TV swasta beberapa tahun silam
pernah menampilkan sebuah kisah nyata sekaligus membuat air mata ini menetes
deras. Tentang arti keikhlasan kepada Allah dan membuktikan bahwa cinta Allah
itu bukan hanya bagi orang yang berada dan muda saja. Sebuah tayangan yang
menampar kita-kita yang masih muda dan bisa berusaha namun belum mampu
mengerjakan perintah Allah secara kaffah. Sebuah bukti cinta yang tulus yang
begitu mendarah daging dan sebuah ungkapan kerinduan mendalam hamba yang lemah kepada
penciptanya. Sebuah bukti pengorbanan sejati serta syukur kepada tuhannya.
Seorang kakek yang sudah terlalu bungkuk untuk
berkerja , justru mampu mematahkan opini publik tentang orang tua. Justru menunjukkan sebaliknya bahwa kekuatan
itu terletak pada Cinta yang tulus serta keinginan keras hamba kepada tuhannya.
Sekaligus menunjukan bahwa kuat itu bukan badan yang kekar, wajah yang tampan
serta harta yang banyak. Sebuah cinta
yang suci yang tak akan pernah dikhianati selama-lamanya. Cinta yang tak pernah
dilihat oleh mereka yang mencintai namun perasaan suci itu menembus ke langit
ketujuh di ArsyNya.
Kakek tersebut berumur 80 tahunan. Tampak jelas
kerutan di wajahnya membuktikan asam garam hidup yang keras yang pernah ia
alami. Disamping itu ternyata Allah masih ingin membuktikan kasih sayangNya
kepada hambanya yang malang itu, ia memiliki adik yang sudah tembus 40 tahun
yang harus hidup bersamanya. Kenapa adiknya? Adiknya cacat mental sehingga
harus terus diawasi oleh sang kakak karena ia khawatir jika hal itu mengganggu
ketentraman tetangga sebelah.
Kakek tersebut bekerja serabutan, artinya
apapun pekerjaan itu selama halal dan thoyib adalah anugerah dari tuhannya yang
harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Namun pekerjaan yang paling sering ia
dapati adalah sebagai tukang potong rumput dan semak belukar. Disamping itu ia
memiliki satu ekor anak kambing yang ia beli dari seseorang karena hanya itu
yang mampu ia peroleh.
Gubuk tua beratapkan rumbia kiranya merupakan
teman baik yang seumuran dengannya. Yang tiap hari membantunya menghilangkan
capek dari penatnya bekerja walau hasilnya tak seberapa. Namun, ternyata
disamping rumah itu berdiri tegak sebuah surau tua yang menjadi penyemangatnya
dalam menjalani hidup. Walau sudah renta tapi semangat ibadahnya terlampau
tinggi sehingga selalu shalat 5 waktu di shaf pertama. Dari sisi pakaian tidak
ada yang mencolok, namun satu hal yang membuat saya takjub adalah bahwasannya
ia begitu bangganya menampilkan identitas sebagai seorang muslim, peci hitamnya
selalu melekat di kepalanya layaknya seorang Ahli hadits yang selalu menjaga
Muru’ahnya (wibawanya). Hal ini justru terbalik dengan kita yang notabene
muslim yang mampu namun malu untuk menampilkan identitas kita dihadapan
manusia.
Kisah mengharukan sebenarnya terjadi pada bulan
Dzul hijjah, yang mana dibulan inilah kewajiban haji bagi yang sanggup. Adapun
bagi mereka yang tak mampu berhaji maka disyariatkan bagi mereka menyembelih
hewan korban. Adapun sang kakek, maka sekilas kita lihat beliau sebagai yang
berhak menerima hewan kurban. Namun ternyata beliau memecah anggapan itu.
Beliau memiliki seekor kambing yang ia pelihara dari kecil layaknya anak
sendiri untuk dikurbankan di hari raya Iduladha. Seakan kisah nabi Ibrahim
tersisa di kehidupan sang kakek. Seekor kambing kesayangan yang ia rawat
baik-baik dari bayi hingga dewasa, namun kecintaannya pada Allah lebih ia
pilih.
Suara takbir menggema di sekitar gubuk reot sang
kakek. Beliau pun keluar dengan sarung terbagus miliknya walaupun sudah usang.
Kelihatan dari wajah beliau raut kegembiraan seorang muslim yang taat lagi
gembira memenuhi perintah tuhannya. Padahala Allah tentu memberikan keringanan
untuk tidak berkurban kepada orang-orang semisal kakek. Seraya pergi shalat
menuju tanah lapang dimana orang-orang melaksanakan shalat iduladha.
Selesai shalat tampak di wajah sang kakek,
kegembiraan yang tak tertahankan. Wajahnya memerah dan kelopak matanya berair
lantaran keinginannya selama ini akan segera terpenuhi. Kenapa tidak?
Berbulan-bulan bahkan hampir dua tahun lamanya ia merawat sang kambing, mulai
dari kecil hingga siap umuranya untuk dikorbankan. Akhirnya iapun bisa
berbangga di hadapan Allah bahwa ada amalan yang spesial yang akan ia
persembahkan kepada tuhannya yang maha pemurah. “Dengan menyebut nama Allah dan
atas agamanya Rasulullah” ucap sang kakek sambil berharap agar sembelihannya
diterima Allah.
Seseorang bertanya kepada sang kakek, “apakah
kakek akan berkurban lagi di tahun depan?’’ sang kakek menjawab dengan mantap
“tentu nak, jika umur kakek sampai ke tahun depan.” Lihatlah bagaimana kakek
miskin mampu berniat unuk berkurban setahun sebelum iduladha kembali datang
padahal umurnya dan kekuatannya sudah uzur. Dibandingkan dengan anak muda zaman
sekarang yang mengumpulkan uang bertahun-tahun hanya untuk membeli gadget atau
handhopne keluaran terbaru.
كم من شباب اليوم يشيب قبل أجدادهم….
وما أمنيتهم إلا بين فخذ المرأة و المحمول ...
BETAPA BANYAK PEMUDA KINI MENUA
MELEBIHI KAKEKNYA,,
DAN TIDAKLAH CITA-CITA MEREKA
MELAINKAN HANYA..
PAHA WANITA DAN HANDHOPNE SEMATA…(By
Fauzi R.)
Fauzi rifaldi
Madinah Al Munawarah As-
Syariifah
1 Zulhijjah 1435 H.
Posting Komentar